Langsung ke konten utama

Sumber Ajaran Catur Warna


Catur warna menurut rumusan kitab suci dijelaskan dalam Bhagawad Gita sebagai berikut.


“Caturvarnyammaya srstam,
gunakarma vibhagasah,
tasya kartaram api mam,
viddhy akartaram avyayam.”

(Bhagawad Gita IV. I3)

Terjemahannya;

“Catur warna kuciptakan menurut pembagian dari guna dan karma (sifat dan pekerjaan). Meskipun aku sebagai penciptanya, ketahuilah aku mengatasi gerak dan perubahan.

Uraian dari sloka tersebut di atas menjelaskan bahwa catur warna diciptakan oleh Hyang Widhi Wasa berdasarkan guna dan karma (sifat dan pekerjaan) seseorang, bukan karena hal lain yang bisa ditafsirkan berbeda. Siapapun yang terlahir memiliki sifat dan pekerjaan atau profesi sesuai dengan bagian dari catur warna maka yang bersangkutan merupakan warna dari sifat dan profesi yang dimilikinya.

“BrahmanaKṣatriyavisam,
Sudranam ca paramtapa,
karmani pravibhaktani,
svabhavaprabhavair gunaih.

(Bhagawad Gita XVIII. 41)

Terjemahannya;

“Oh, Arjuna tugas-tugas adalah terbagi menurut sifat dan watak kelahirannya sebagai halnya Brahmana, Kṣatriya, Waisya, dan juga Sudra.

Dari sloka tersebut, secara tegas disebutkan bahwa tugas-tugas dari catur warna sesuai dengan sifat dan watak kelahirannya, yaitu sifat Brahmana, Kṣatriya, Waisya, dan juga Sudra.

sarvasyāsya tu sargasya
guptyartham sa mahādyutiḥ
mukhabāhūr upajjānām
pṛthak karmāṇya kalpayat

Terjemahannya:

Untuk melindungi semua ciptaannya ini, Yang Mahā Cemerlang menetapkan setiap kewajiban yang berbeda-beda, seperti halnya mulut, lengan, paha. dan kaki.

(Manawa Dharmasastra, I.87)

Bandingkan ayat ini dengan ayat 41 di atas Lokavivriddhyartham. Menurut Nar, berarti “demi untuk kebahagiaan dunia, yaitu keamanan dan kemakmuran, maka untuk menjamin atau melindungi dunia ini Tuhan menjadikan (menciptakan) Brahmana–Kṣatriya–Waisya–Sūdra. Istilah menciptakan harus diartikan atas dasar kebutuhan atau kepentingan, untuk kebajikan dunia maka ciptaannya (manusia) dibagi menjadi empat golongan (warna) yang kemudian telah diinterprestasikan dengan istilah kasta yang tidak menguntungkan. Hal ini karena kasta yang dimaksud hanya sekadar pembagian sosial kelompok manusia menjadi kelompok-kelompok kārya yang ditandai dengan fungsi tertentu. 

Hanya untuk mengatur hubungan sosial di mana diperlukan prinsip penyamarataan atas “kesederajatan”. Soal Warna menjadi ajaran “ketidaksamaan” dimana yang satu seolah-olah lebih tinggi dari yang lain. Pembagian masyarakat menjadi kelompok kerja itu bukan hanya dikenal di zaman itu, karena dalam masyarakat modern pun, pembagian tugas kerja itu sebagai satu keharusan yang tak dapat dielakkan dan perlu. Penunjukkan tiap-tiap Warna pada tiap organ badan itu dari seluruh badan, dan karena itu tidak berarti mulut (mukha) lebih mulia dari bahu, pun tidak berarti lebih mulia dari kaki (Pudja, 2010).

Warna seseorang ditentukan bukan karena dari keturunannya melainkan ditentukan oleh guṇa atau sifat dan karmanya. Seperti sloka berikut ini.

Nayonir napi samskara 
nasrutam naca santatih 
karanani dwijatwasya 
wrtam eva tukaranam

Terjemahannya:

Bukan karena keturunan (yoni), bukan karena upacara semata, bukan pula karena mempelajari Weda semata, bukan karena jabatan yang menyebabkan seseorang disebut dwijati. Hanya karena perbuatannyalah seseorang dapat disebut dwijati.

Brāhmaṇaḥ kṡatriyo 
Vaiśyas trayo varṇā 
dvijātayaḥ caturtha ekajātis tu 
śudro nāsti tu pañcamaḥ

Terjemahannya:

Brāhmaṇa, kṣatriya dan waisya ketiga golongan ini adalah dwijati sedangkan sūdra yang keempat adalah ekajati dan tidak ada golongan kelima. (Manawa Dharmasastra, X.4)

Mari kita ulas makna sloka di atas. Berdasarkan kata, “jati” memiliki arti kelahiran. Istilah dwijati hanya dipakai bagi ketiga warna (Brahmana, Kṣatriya, dan Waisya) sebagai istilah umum dan dimaksudkan sebagai kelahiran dari kandungan dan kelahiran ke dunia Brahmacari (pendidikan). Sūdra disebut ekajati karena sejak zaman Brahmana, golongan ini dikeluarkan dari kewajiban belajar (berguru) dengan alasan karena keadaan sosial ekonominya yang lemah. Unsur jati kedua hanya didasarkan pada kewajiban belajar yang berlaku bagi ketiga golongan itu.



Sumber : Pendidikan Agama Hindu dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK

                Note : Hanya untuk pembelajaran di Kelas


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peparikan, Sloka, Bladbadan, Sesawangan, Cecimpedan, Cecangkitan, Raos ngempelin

  PEPARIKAN (pantun) puniki wenten mekudang-kudang peparikan, rauhin suksmanipun luire: 1)        Meli gabus duang kranjang lamben bodag sing ngenyakin yadin bagus mata kranjang enyen kodag mangenyakin. 2)        Kaden poh kuning-kuning Anak manas ko mepelut Kaden boh kenying-kenying Anak rengas buin celut 3)        Ngalap wani ngaba bawang Ngalap manggis empes-empesin Anak jani tuara tawang Ulat manis mamanesin SLOKA (bidal) Puniki wenten mekudang-kudang Sloka, rauhin suksmanipun luire: 1)        Buka slokane,  aji keteng mudah, aji dadua mael,  suksmanipun : kaucapang ring anake sane neten uning ngajinin pitresnan kalih paweweh anak lianan (timpal). 2)        Buka sloka,  ajum-ajuman puuh, sangkure masih ia,  suksmanipune : sakadi anake sane beog ajum, pamuput ipun pacang pocol...

Kewajiban dari Setiap Catur Warna dalam Kehidupan Masyarakat

Kewajiban-kewajiban yang berlaku umum disebutkan pada  Sarasamuscaya sloka 63. Arjavam cānrśamsyam ca damāś, cendriyagrahah. Esa sādhārano dhramaś catur varnye brawіmmanuh. Nyāng ulah pasādhāranan sang catur warna, ārjawa, si duga-duga bener, anrcansya, tan nrcansya, nrçansya ngaraning ātmasukhapara, tan arimbawa ri laraning len, yawat mamuhara sukha ryawaknya, yatika nrçansya ngaranya, gatining tan mangkana, anŗçansya ngarnika dama,  prawrti pāt, pasadharanan sang Catur Warna, ling Bhatara Manu. Terjemahannya: Inilah perilaku keempat golongan yang patut dilaksanakan, Arjawa, jujur, dan terus terang. Arjawa, artinya tidak nrcangsya. Nrcangsya maksudnya mementingkan diri sendiri tidak menghiraukan kesusahan orang lain, hanya mementingkan segala yang menimbulkan kesenangan bagi dirinya. Tingkah laku yang tidak demikian anrcangsya namanya. Dama artinya dapat menasihati diri sendiri, anrcangsya mengekang hawa nafsu, keempat perilaku itulah yang harus dibiasakan oleh sang catur war...

TUTUR IKANG KANDA PAT BHUTA

Om Awignam Astu Yanamociwa-budhaya Dumogi tan keneng raja pinulah lan sosot upadarawa kuasan sira paduka bhatara. Mawosang inggian kewentenan ring kahuripan puniki wantah patut pisan kauningin parindikan daging sastra manut ring “ Lontar Kanda Pat Bhuta “  sane maritatasang indik bhuana alit lan bhuana agung. Sane mangkin kabawosang maka purwaning tutur ikang kanda pat bhuta, mawiwit Saking sang ayah kantun jejaka lan sang ibu kantun bajang. Sang ayah lan sang ibu nutdut kayun ring sajeroning netra / mata raris ngeraksuk ring “ Adnyana Sandhi “ utawi ring pikayunan, punika sampun kabawosang Sang Hyang Surya Candra sampun manjing ring “ Netra Kalih “  netra sang ayah lan netra sang ibu raris punika mijil Sa ng Hyang Ardha Nareswari “ ritambengan punika ragane sampun mawasta “ Sang Hyang Asmara Pandeleng “. Rikala sang ayah lan sang ibu ngametuwang rasa saking adnyana sandhi, ngelantur nuju ke cangkem ritambengan punika ragane sampun mawasta  “ Sang Hyang Panuntun...